Kamis, 04 September 2008

Memberi Makna (Lain) Sumpah Pemuda

SETIAP 28 Oktober, pemuda dan kita semua memperingatinya sebagai hari Sumpah Pemuda. Selain sebagai salah satu catatan cukup penting dalam mempersatukan perjuangan pemuda, juga menjadi penopang utama pencapaian kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945.
Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang demikian kuat dalam mengokohkan bangunan kebangsaan kita: kami putra-putri Indonesia berikrar satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa Indonesia. Justru sumpah suci tidak terselamatkan oleh pemuda itu sendiri dalam peran dan fungsinya mengisi pembangunan kebangsaan Indonesia.
Nilai sejarah perjuangan kepemudaan kita selama ini dalam mengisi kemerdekaan dengan ide dan gagasan pembangunan cemerlang mengalami kelangkaan di tengah pusaran politik kapitalisme. Pemuda sebagai tulang punggung bangsa tidak berhasil meletakkan nilai perjuangan menjadi mobil cita-cita rakyat Indonesia. Tidak berhasil menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman (tuntutan rakyat), justru kemudian terjebak dalam arus politik pembangunan yang menjauh dari kehendak rakyat.
Posisi pemuda yang mulia sebagai tulang punggung bangsa seharusnya menjadi kendaraan hati nurani rakyat. Artinya, tantangan terbesar dari perjuangan kebangsaan kita sekarang ini adalah menghapus penjajahan bangsa dan negara oleh bangsa kita sendiri dalam bentuk kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Inilah yang tidak diaktualisasi optimal oleh pemuda-pemudi ketika mereka berinteraksi dengan kekuasaan dan kelompok-kelompok kepentingan politik.
Kita tidak dapat memungkiri peran fungsi pemuda dalam berbagai dimensi pembangunan, tetapi perannya dalam menyucikan cita-cita perjuangan kepemudaan 1928 tidak berhasil dilakukan. Untuk saat sekarang, bertanah air satu dan berbangsa satu perlu diarahkan oleh barisan pemuda sebagai upaya bersama menikmati sumber daya nasional melalui distribusi keadilan. Sementara berbahasa satu, keberanian untuk satu bahasa dan tindakan dalam menentang korupsi oleh barisan pemuda sangatlah penting sebagaimana semangat Sumpah Pemuda 1928 dalam menentang kolonialisme. Namun, semuanya tak berlangsung sebagaimana harapan rakyat untuk posisi pemuda sebagai tulang punggung bangsa.
Kondisi ini dapat dibaca bahwa posisi pemuda mengalami impitan antara arus idealisme dan pragmatisme ketika mereka berhadapan dengan tembok kekuasaan, terutama dalam menentukan orientasi dan tindakan yang harus diskenariokan, dikritisi, dan diresistensi dari sekian banyak masalah dan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan negara, baik di tingkat nasional maupun di tingkat lokal. Pertanyaan yang kemudian mengemuka. Pertama, bagaimana semangat Sumpah Pemuda 1928 direaktualisasi dalam format mengisi kemerdekaan. Kedua, bagaimana eksistensi idealisme pemuda bertahan dalam peran fungsinya mendukung penyelenggaraan negara yang bersih.
Dapat dijelaskan bahwa peran fungsi pemuda dirasakan semakin terdegradasi, mereka ditengarai ditumpangi banyak "ide pragmatisme". Di sini, eksistensi peran fungsi pemuda terlihat sangat rapuh untuk berhadapan dengan sistem politik negara yang korup, mereka terperangkap untuk mengusung isu-isu yang tidak populer dan kemudian cenderung memperkuat sistem korup yang berlangsung.
Banyak hal yang menunjuk ke arah itu. Pemuda masuk dalam organisasi politik, birokrasi negara dan dunia usaha justru larut dalam praktik korup, tidak berdaya berhadapan arus KKN yang serba canggih. Idealisme mereka luntur dalam badai realisme dan pragmatisme. Organisasi pemuda tak lebih dari sekadar jembatan politik bagi pemuda untuk masuk dalam jaringan elite penyelenggaraan negara.
Eksistensi perjuangan pemuda hanya mungkin mengonsolidasikan dan merefleksikan kekuatan seperti semangat Sumpah Pemuda 1928, jika mereka selektif terhadap isu dan kebijakan negara yang memang dibutuhkan secara obyektif oleh rakyat. Penggalan ide, gagasan, dan kritik yang cemerlang terhadap masalah dan situasi penyelenggaraan pemerintahan negara tidak bisa tidak hanya dapat diwujudkan melalui api perjuangan pemuda untuk menempatkan korupsi sebagai musuh terbesar dari bangsa ini. Berani secara obyektif untuk bersama menentang praktik KKN jika kekuatan mereka tetap ingin menjadi tulang punggung bangsa.
Berbeda dengan situasi 1928. Di mana pemuda secara serempak memuncaki predikat pembaruan dalam mendorong perjuangan fisik pencapaian kemerdekaan. Namun, kini situasinya bergeser, yang tentu peran fungsi pemuda akan terukur dengan baik ketika mereka mampu mengusung isu, ide, dan gagasan yang dapat didukung masyarakat luas. Dapat diakui bahwa peran fungsi pemuda sekarang berada pada fase ujian berat, fase kritis untuk tetap tampil menjadi tulang punggung bangsa dalam mengawal gerak reformasi. Karena sesungguhnya posisi pemuda relatif kurang terpercaya oleh publik ketika masuk dalam jaringan resmi penyelenggaraan negara.
Medan perjuangan yang serba kompleks dalam mengisi kemerdekaan, membuat posisi pemuda perlu lebih diorientasikan secara egaliter untuk memperkuat pemadatan nilai keadilan dari setiap kebijakan dan program pembangunan negara. Namun, konsekuensinya adalah mampukah pemuda merancang platform perjuangan yang sama dalam rangka memberantas KKN karena kalau tidak posisi pemuda mudah terjebak dalam kelompok kepentingan atau oleh partai politik. Hal ini memang sangat mengkhawatirkan karena posisi pemuda selama ini, sadar atau tidak, lebih banyak berada dalam real pragmatisme politik.
Loyalitas dan dedikasi posisi pemuda harus tetap berdiri tegak di atas nilai kebenaran dan keadilan. Karena apa pun alasannya, fenomena kepemudaan kini relatif "termaterialisasi" di berbagai arena penyelenggaraan negara sehingga dangkal dan mandul tak berdaya dalam arus politik kapitalisme. Kekhawatiran ini menyeruak karena harapan puncak kita adalah bagaimana perjuangan pemuda dapat menggilas penyelenggaraan negara yang serba korup dari sekian banyak masalah kebangsaan.
Perlu diwaspadai bahwa keinginan dari berbagai pihak untuk merangkul pemuda semakin intens dilakukan oleh banyak parpol, terutama menghadapi Pemilu 2004. Karena mereka menyadari bahwa pemuda sangat potensial dimanfaatkan sebagai sumber pemikir dan pembenar untuk kepentingan politik sesaat. Untuk itu, apa yang dikenal dengan semangat Sumpah Pemuda 1928 perlu direaktualisasi dalam melawan ketidakadilan dan pemiskinan rakyat oleh para penyelenggara negara agar pemuda memang dan benar menjadi tulang punggung bangsa dalam menentang KKN.
Kelangkaan dan mandulnya ide serta gagasan cemerlang dari pemuda masa kini akan menjadi lahan subur tumbuh dan berkembangnya praktik korupsi. Kini dan esok menanti perjuangan pemuda dengan keberanian untuk bersumpah dan berikrar membebaskan rakyat dari "kolonialisme korupsi" oleh bangsa sendiri.

Tidak ada komentar: